Rabu, 24 Desember 2008

Agar Pemilu 2009 Lebih Berkualitas

Agar Pemilu 2009 Lebih Berkualitas
Oleh: dr Robert Valentino Tarigan SPd

Pemilu (pemilihan umum) 2009 segera datang, hanya berkisar delapan bulan lagi. Harapan seluruh rakyat Indonesia, pemilu 2009 lebih berkualitas sebagaimana tuntutan demokrasi. Kalau saja KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan jajarannya serta kontestan pemilu taat dengan undang-undang, niscaya pemilu 2009 akan lebih baik dari pemilu 2004.
Riak-riak – dan nyaris jadi gelombang besar – terjadi ketika itu (2004) karena KPU tidak taat pada undang-undang serta peraturan yang ada. Untuk itu ada baiknya kita mengambil pelajaran berharga dari pemilu tahun 2004 lampau agar pemilu tahun 2009 lebih berkualitas.
Dari ketiga pemilu pada tahun 2004 itu, pilpres (pemilihan presiden) putaran kedua dapat dianggap yang paling aman dan demokratis. Maka, sangat wajar pilpres putaran kedua yang berlangsung pada 20 September 2004 tersebut mendapat pujian hangat dan luas di dunia. Gedung Putih, Tokyo, dan negara-negara kaya anggota Kelompok 8 lainnya mengangkat topi serta menghargai hasil pemilu yang dilaksanakan secara partisipatif, transparan, jurdil, dan berlangsung dengan tertib juga aman.
Kecurigaan-kecurigaan sebagaimana pilpres putaran pertama 5 Juli 2004 dan pemilu legislatif 5 April 2004, hampir tak terdengar.

C1 Tak Diberikan
Untuk pemilu legislatif 2004, kecurigaan terjadi karena rekapitulasi model C1 tak diberikan kepada peserta pemilu padahal undang-undang yang ada mengharuskan hal itu. Untuk pemilu pada 2009 nanti kita berharap hal tersebut tak terjadi lagi. Sebab, Undang-undang Nomor 10 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2008, di samping mengharuskan rekapitulasi model C1 diberikan kepada peserta pemilu (saksi) segera setelah perhitungan suara selesai, juga ditempel (diumumkan) di papan pengumuman oleh PPS (Panita Pemugutan Suara) dari tingkat TPS (Tempat Pemugutan Suara) hingga ke Provinsi.
Disarankan agar semua peserta pemilu dan rakyat dapat membaca, penempelan pengumuman dilakukan minimal selama sebulan setelah pemilu usai. Dengan demikian tidak ada alasan peserta pemilu dan rakyat mencurigai pemilu 2009 tidak fair.
Pasal 181 UU No 10/2008: PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil perhitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan salinan tersebut di tempat umum.
Pasal 180 ayat (2): KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan perhitungan suara serta sertifikat hasil perhitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) melalui PPS pada hari yang sama.
Untuk tingkat PPK diatur pada Pasal 182 ayat (5). Untuk tingkat kabupaten/kota diatur pada Pasal 187 ayat (4). Untuk tingkat provinsi diatur pada Pasal 191 ayat (4).

Tak Terjadi Riak
Jika saja pada Pemilu 2004 undang-undang dipatuhi, niscaya tidak terjadi riak-riak. Memang pada UU Pemilu Nomor 12 Tahun 2003 belum diatur hal pengumuman (penempelan) hasil rekapitulasi untuk publik, tetapi wajib diberikan kepada peserta pemilu. Karena formulir C1 dan turunannya sebagaimana yang diamanatkan UU 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu merupakan hak peserta pemilu.
Pasal 96 butir (11), pasal 97 butir (6), pasal 98 butir (6), pasal 99 butir (8), pasal 99 butir (8) dan pasal 100 butir (9) menyebutkan salinan berita acara dan sertifikat hasil perhitungan suara dari tingkat PPS sampai KPU Pusat wajib diberikan kepada peserta pemilu.
Formulir C1 yang merupakan perhitungan suara PPS (Panitia Pemilihan Setempat) wajib diberikan kepada peserta pemilu. Sebab UU No 12 Tahun 2003 menyebutkan, penyerahan salinan berita acara tersebut selambat-lambatnya empat belas hari setelah pemilu sudah diberikan kepada peserta, namun hingga penetapan hasil pemilu, C1 tak juga diberikan. Sedangkan UU No No 10/2008 Pasal 180 ayat (2) penyerahan formulir C1 harus segera setelah perhitungan suara selesai.

Kedaulatan KPU
Kedaulatan KPU dan jajarannya yang tak memberikan dan mempublikasikan sertifikasi model C1 dan turunannya kepada peserta pemilu dan publik untuk pemilu legilsatif pada Pemilu 2004 (lihat tabel), jelas-jelas merupakan perilaku tak mengindahkan undang-undang dan membuat peserta pemilu serta rakyat bercuriga. Ini jugalah yang menjadi dasar penilaian bahwa orang-orang yang duduk sebagai legislator kurang legitimet.
Orang-orang yang mengku wakil rakyat sementara duduk di lembaga legislatif melalui pencurian suara, apakah yang dapat diharapkan rakyat darinya? Layak diduga ketika duduk di lembaga legislatif, orang-orang seperti ini akan ’menjual’ suara rakyat untuk kepentingan diri dan kelompok kecilnya.

Tabel Prosedur yang Harus Dilakukan KPU dan Jajarannya Sesuai UU No 12 Tahun 2003 dan UU No 10 Tahun 2008




Kualitas Tinta
Dalam pada itu, ‘keriuhan’ atau riak pemilu presiden putaran pertama karena kualitas tinta yang rendah sehingga luntur saat terkena air. Juga adanya perhitungan ulang karena alasan surat suara salah coblos. Tetapi formulir C1 hasil murni TPS tetap diberikan kepada peserta pemilu.
Pada pilpres tahap kedua, apa yang terjadi di pemilu legislatif maupun di pilpres putaran pertama cenderung tidak terjadi lagi. Wajar, kalau kita ucapkan hormat dan terimakasih atas kesanggupan dan kemauan KPU (Komisi Pemilihan Umum) memberikan atau menyerahkan rekapitulasi perhitungan suara model C1 dan turunannya, yang merupakan suara murni rakyat, serta menutupi kelemahan-kelemahan pada pilpres putaran pertama.

Digugat ke MK
Hasil Pemilu Legislatif 5 April – sesuai pernyataan Wakil Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) Pusat, Ramlan Surbaki kepada wartawan pada 10 Mei 2004 – digugat banyak peserta pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, hampir semua gugatan tersebut kandas karena C1 sebagai bukti otentik hasil pemilu 5 April atau bukti sah untuk diajukan ke MK tidak dimiliki para penggugat.
Untuk mengantisipasi gugat-menggugat tidak terulang pada pilpres putaran pertama, KPU dan jajarannya ketika itu berjanji akan menempel hasil penghitungan suara di tempat umum. Apa yang dinyatakan Ramlan benar adanya. Tetapi itu semua ternyata tak menghilangkan ketidakpuasan peserta pemilu.
Pasalnya, kualitas tinta dianggap sedemikian rendah. Dengan demikian peserta pemilu menduga – karena kualitas tinta itu – memungkinkan seseorang atau banyak orang, untuk memilih lebih dari satu kali.
Sebab itu pula, pilpres putaran pertama, sampai dua pekan lebih riaknya masih berlanjut. Hampir setiap hari media-media massa – ketika itu – memberitakan soal ketidakberesan pemilu tersebut. Makanya Gus Dur pun, meminta Presiden Megawati membubarkan KPU (Kompas 20 Juli 2004).
Beberapa kalangan pun mempertanyakan legitimasi pelaksanaan pemilu pilpres putaran pertama tersebut. Kualitas proses pemilu dinilai rendah, berkaitan dengan praktik money politics (politik uang), kasus tinta palsu, dan salah coblos. Majalah Tempo pun pada Edisi 12-18 Juli 2004 mengangkat masalah ini.
Kecurigaan-kecurigaan demikian – karena menyambut pilpres putaran kedua – reda dengan sendirinya. Segenap komponen bangsa menyurahkan pikiran dan perhatiannya untuk kesuksesan pilpres putaran kedua tersebut. Sebab itu pulalah “pertarungan” pilpres putaran kedua yang begitu signifikan bagi pertumbuhan dan pengembangan demokrasi dapat terselenggara sebagaimana diharapkan.

Harapan 2009
Harapan peserta pemilu 2009, agar kondisi demokrasi makin lebih baik, dan lebih baik lagi, undang-undang yang telah ada (UU No 10 Tahun 2008 dan UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang pemilu) dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Jika tanpa data C1 tersebut, kita sudah melihat sendiri, orang-orang yang merasa suaranya dicuri (pada pemilu 2004), tidak dapat membawa masalah ini ke proses hukum. Ini dapat dilihat dari banyaknya kasus di MK (Mahkamah Konstitusi), yang mentok karena ketiadaan data (C1) yang merupakan satu-satunya alat (barang) bukti yang sah. Sebagai contoh, kandasnya pengaduan Parlindungan Purba (salah seorang calon Anggota DPD utusan Sumatera Utara) dan Mooryati Soebadio (calon DPD utusan Jakarta).
Pertanyaannya, apakah kita mau yang duduk di dewan adalah pencuri-pencuri suara rakyat yang merupakan suara Tuhan. Sedangkan suara Tuhan saja dicuri, apalagi yang lain.
Di Sumatera Utara sendiri, perjuangan APSRA (Aliansi Pemurnian Suara Rakyat) Sumatera Utara) untuk mendapatkan data C1 ketika itu tidak berhasil. Sulben Siagian, Ketua APSRA, Sukirman sekretaris, dr Robert Valentino Tarigan SPd (penulis) dan kawan-kawan, berkali-kali mendesak KPU Sumut untuk menyerahkan sertifikasi model C1 tersebut kepada peserta pemilu, namun tetap saja tidak berhasil.

Menyerahkan C1
Bertitik tolak dari hal itulah, kita berharap, agar hasil pemilu 2009 lebih berkualitas, KPU berkenan kiranya memberikan C1 kepada peserta pemilu baik dari partai maupun perseorangan (DPD – Dewan Perwakilan Daerah) serta menempelnya di papan pengumuman dari tingkat kelurahan hingga provinsi (lihat lagi tabel) selama satu bulan penuh. Dengan demikian, cita-cita proklamasi yaitu rakyat yang sejahtera segera tercapai karena wakilnya yang duduk berdasarkan pilihan rakyat..
Ke depan, agar bangsa ini semakin dekat dengan tujuan sejati demokrasi: dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, wajarlah kiranya KPU taat pada undang-undang dengan menyerahkan C1 hasil rekapitulasi kepada peserta pemilu. Dengan demikian, posisi legislatif kita kian hari makin legitimet. Bukankah kita semua merindukan apa yang diamanatkan oleh Homerus: fox populi fok dei, menjadikan suara (nurani) rakyat sebagai suara Tuhan?
Kenapa C1 harus diserahkan kepada peserta pemilu? Karena hal ini merupakan amanat dari UU Nomor 10 Tahun 2008 dan UU Nomor 22 Tahun 2007 agar orang-orang yang menduduki kursi legislatif sesuai dengan pilihan rakyat, bukan selera kelompok tertentu. Bayangkan saja, jika yang menduduki kursi tersebut adalah orang-orang yang berani mencuri suara nurani rakyat sebagai manifestasi suara Tuhan, apa yang terjadi? Mencuri suara ‘Tuhan’ saja ia berani apalagi melakukan kejahatan lain. Maka, jamak kita lihat orang-orang yang demikian, menduduki jabatan bukan untuk pengabdian, melainkan mengubah nasib.
Persoalannya, semua orang berharap yang duduk sebagai legislatif adalah pilihannya karena merekalah yang memperjuangkan aspirasi rakyat. Itu hanya mungkin terjadi dengan penyerahan C1 kepada peserta pemilu dan diumumkan kepada publik. Masalahnya, apakah KPU mau taat dengan undang-undang atau ada oknum yang sengaja melindungi pencuri supaya kenyamanan mereka mencuri bisa langgeng? ***

Pimpinan BT/BS BIMA Indonesia
Berpusat di Jalan Bantam No 6 A Medan.

Valentino: DPD Memperjuangkan Kepentingan Daerah di Pusat


Valentino: DPD Memperjuangkan Kepentingan Daerah di Pusat

Medan ( ) – “Kalau ada yang menganggap tugas Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan subordinasi dari DPR, itu sah-sah saja,” demikian dr Robert Valentino Tarigan SPd mengemukakan dalam Diskusi Medan Weekly, Jumat (7/11) di Jalan S Parman 209 Medan sore. Hadir dalam diskusi itu beberapa calon anggota DPD dan anggota DPD Sumut.
dr Robert Valentino Tarigan SPd ketika menyampaikan pokok pikirannya tentang DPD ( ) Menurut Valentino yang Pimpinan BT/BS BIMA Indonesia berpusat di Jalan Bantam No 6 A Medan, tugas anggota DPD membantu memperjuangkan kepentingan-kepentingan Sumut (pemerintah/rakyat) yang keputusannya di tingkat pusat.
Ada tiga fungsi DPD: legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Fungsi legislasi yang berkenaan dengan tugas dan wewenang: Dapat mengajukan rancangan undang-undang serta (RUU) kepada DPR, ikut membahas RUU seperti: Otonomi daerah, Hubungan pusat dan daerah, Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, Pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, Perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Fungsi Pertimbangan terkait tugas dan wewenang: Memberikan pertimbangan kepada DPR seperti: RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama, Pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
Sementara Fungsi Pengawasan berkenaan dengan tugas dan wewenang: Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Juga menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK, seperti: Otonomi daerah, Hubungan pusat dan daerah, Pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, Pengelolaan sumberdaya alam serta sumberdaya ekonomi lainnya, Perimbangan keuangan pusat dan daerah, Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), Pajak, pendidikan, dan agama.
“Jadi kalau anggota DPD tersebut bersih, niscaya ia dapat bersuara untuk daerahnya di tingkat pusat. Tapi kalau seseorang jadi anggota DPD tujuannya hanya untuk memperjuangkan nasib diri dan kelompok kecilnya, apa yang dapat dia suarakan?” Valentino dalam nada tanya.
Sesungguhnya, kata Valentino lagi, DPD merupakan jabatan yang orientasinya adalah prestise, dan targetnya adalah membuat sejarah, bukan pekerjaan untuk mencari uang. “Jika orientasinya adalah untuk kepentingan bersama, siapa saja yang duduk tak masalah,” tegasnya.
Karena itu, katanya lagi, yang perlu kita perjuangkan adalah hadirnya pemilu bersih. “Apabila pemilu bersih dapat terselenggara, pemilu damai dengan sendirinya hadir bersama pemilu bersih tadi,” lanjutnya.
Disebutkan, yang terjadi pada pemilu 2004, suara rakyat ditukang-tukangi sehingga yang pantas duduk, tidak memperoleh kursi. Sementara yang tak sepantasnya mendapat kursi, duduk di jabatan yang terhormat tersebut.
“Persoalannya, ketika peserta pemilu ingin melakukan gugatan, pasti akan ditolak karena tidak memiliki C1 (rekapitulasi suara) sebagai bukti yang sah dan otentik karena tidak diberikan kepada peserta pemilu,” ceritanya.
Untuk pemilu 2009 sesuai dengan UU No 10 Tahun 2008 Pasal 181 menyebutkan: PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil perhitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan salinan tersebut di tempat umum.
Pasal 180 ayat (2): KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan perhitungan suara serta sertifikat hasil perhitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) melalui PPS pada hari yang sama.
Untuk tingkat PPK diatur pada Pasal 182 ayat (5). Untuk tingkat kabupaten/kota diatur pada Pasal 187 ayat (4). Untuk tingkat provinsi diatur pada Pasal 191 ayat (4).
”Nah, tugas kitalah sekarang mengamankan suara pemilih yang menurut data ada 9,1 juta, tersebar di 403 kecamatan. Seluruh suara itu akan disalurkan di sedikitnya 27.000 TPS. Maka untuk terselenggaranya pemilu bersih harus ada sedikitnya 27.000 orang saksi,” imbuh Valentino. ( )

Minggu, 14 Desember 2008

Karapan Suara Berebut Madura

RUMAH berdinding bambu milik Supriadi, 40 tahun, di Dusun Gading Desa Karanggayam, Kecamatan Blega, Bangkalan, Madura itu tak berpenghuni. Lima polisi menjaga rumah ketua panitia pemungutan suara desa dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur itu. Sejumlah orang berseliweran dan menatap curiga siapa pun yang mendekat.

Polisi perlu menjaga rumah itu karena si empunya terancam nyawanya. Supriadi sosok penting bagi kemenangan calon gubernur Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono dalam sidang Mahkamah Konstitusi. Kesaksian dia menjadi pertimbangan Mahkamah pada Selasa pekan lalu untuk mengabulkan gugatan Khofifah atas kecurangan pemilihan Gubernur Jawa Timur. Mahkamah memerintahkan pemilihan diulang di Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan ulang suara di Pamekasan.

Supriadi adalah ketua panitia pemungutan suara di tempat pemungutan 03 Gading. Ia mengungkapkan, sebelum pencoblosan, ia diperintah Kepala Desa Karanggayam, Hafidz, mendapatkan 85 persen suara untuk Soekarwo-Saifullah Yusuf. Pada hari pemungutan suara, Hafidz berkunjung ke tempat pemungutan. ”Dia bertanya, kok, sisa surat suara masih banyak,” kata Supriadi, Kamis pekan lalu.

Ia lalu mendapat perintah dari Hafidz mencoblos sisa surat suara untuk Soekarwo. Kerja Supriadi rapi. Di tempat pemungutan itu tidak ada saksi Khofifah. Tempat pemungutan persis di halaman rumah Supriadi. Pada saat sepi pemilih, ia mengambil satu bundel surat berjumlah 50 plus beberapa lembar yang tidak dibundel, lalu ia masukkan ke kantong celana.

Kemudian ia menyelinap masuk rumah dan mencoblosi surat suara. Ia tiga kali mengambil bundelan surat suara, sehingga yang ia tusuk berjumlah 200 surat. Sisa surat suara yang tidak ia lubangi ada 35 buah. Di tempat pemungutan itu Soekarwo menang dengan 304 suara. Sedangkan Khofifah mendapat 79 suara dan 3 suara tidak sah. Sebagai imbalan, ”Saya diberi 15 kilogram beras,” kata Supriadi.

Janji yang lebih besar: Supriadi bakal mendapat bagian dari Rp 65 juta alokasi dana desa yang bakal cair seusai pemilihan gubernur. Imbalan lain: sebagai makelar kartu tanda penduduk dan akta kelahiran, ia akan mendapat banyak kemudahan dari Hafidz.
Tapi janji manis itu berbuah kecewa. Hingga Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur mengumumkan Soekarwo-Saiful unggul tipis atas Khofifah-Mudjiono, Hafidz ingkar janji. Supriadi tahu, alokasi dana desa telah turun, tapi Hafidz belum juga membagikan jatahnya. ”Dia bilang belum cair,” kata Supriadi.

Kekecewaan Supriadi dimanfaatkan kubu Khofifah. Ia menjadi salah satu saksi yang diajukan Khofifah dalam sidang. Tapi itu tak mudah: Supriadi dan keluarganya tidak berani pulang ke Bangkalan karena diancam akan dibunuh. ”Saya dapat pesan pendek sudah disiapkan kuburan di Madura,” katanya. Supriadi kini bersembunyi di Surabaya, dalam perlindungan tim Khofifah. Hafidz hingga kini belum bisa dimintai konfirmasi karena tak tentu rimbanya.

Sidang Mahkamah Konstitusi juga sempat menyebut Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron sebagai otak permainan curang, karena ia menginstruksikan anak buahnya memenangkan Soekarwo. Ini dilakukan setelah Soekarwo, difasilitasi Bupati Fuad, bertemu dengan semua kepala desa Bangkalan. Mereka lalu bersepakat membuat kontrak politik beberapa hari sebelum pemilihan. Isinya, jika Soekarwo menang, kepala desa akan mendapat dana.
Fuad menepis tudingan itu. ”Saya sama sekali tidak tahu,” katanya. Soekarwo juga menampik. Selama berkampanye, kata Soekarwo, ia tak pernah mengharuskan kepala desa menggunakan segala cara untuk memenangkannya. Menurut dia, kesepakatannya dengan kepala desa adalah kontrak kebijakan, bukan kontrak politik. ”Isinya, kalau terpilih, saya akan memberikan bantuan dari anggaran belanja daerah untuk membangun desa,” kata Soekarwo.
====

SEBAGIAN orang yang semula duduk di ruang sidang Mahkamah Konstitusi seketika berdiri tatkala Ketua Mahkamah Mahfud Md. membacakan bagian kesimpulan putusan. Sebagian besar mata di lantai dua ruang sidang pleno Mahkamah lalu tertuju pada layar lebar di sebelah kanan atas barisan hakim yang menayangkan putusan Mahkamah. Konklusi dibacakan Mahfud setelah secara bergiliran delapan hakim Mahkamah membaca putusan.

Mahfud menyebutkan poin pertama yang menyatakan ada pelanggaran material. Khofifah tersenyum. Dwi Ria Latifa, kuasa hukum Khofifah, menggenggam jemari kandidat gubernur itu. Mahfud lalu menambahkan ada pelanggaran sistematis, terstruktur, dan masif di Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Mahkamah menyatakan rekapitulasi hasil penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur batal dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Khofifah, yang mengenakan busana muslimah hijau muda, tersenyum. ”Saya berterima kasih kepada Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Begitu hakim meninggalkan ruang sidang, suasana gaduh. Soekarwo, yang berbatik cokelat, tergesa-gesa menuju lantai empat gedung Mahkamah. Di tengah kawalan ketat pengawalnya, Soekarwo menahan senyum. Di lantai empat, ia memberikan keterangan pers. ”Saya tidak puas, tapi menerima keputusan ini,” katanya. Sedangkan Saiful bertahan di ruang sidang pleno yang dipenuhi pendukung Khofifah. Sebelum pergi, Saiful menjabat tangan Khofifah. Senyum keduanya menyembul.

Senyum Khofifah memang sedang mekar. Pemilihan ulang ini membuka kans lebih besar baginya untuk menang. Dalam putaran kedua, di Bangkalan, Soekarwo mendapat 291.781 suara dan Khofifah 151.666. Di Sampang, Soekarwo memperoleh 240.552 suara dan Khofifah 181.698. Total selisih suara kemenangan Soekarwo dibanding Khofifah di dua kabupaten adalah 198.969 suara. Total kemenangan Soekarwo atas Khofifah untuk seluruh Jawa Timur ”cuma” 60.223 suara. Artinya, cukup mempertahankan suara yang diperoleh di Bangkalan dan Sampang pada putaran kedua, Khofifah langsung menang.

===

Soekarwo dan Khofifah menyingkirkan tiga pasangan dalam pemilihan gubernur putaran pertama. Pemilihan yang dilakukan Juli lalu itu harus dilanjutkan dengan putaran kedua karena tidak memunculkan pemenang dengan 30 persen suara seperti disyaratkan undang-undang. Pasangan yang gugur di putaran pertama adalah Sutjipto-Ridwan Hisjam (PDI Perjuangan), Achmady-Soehartono (Partai Kebangkitan Bangsa), dan Soenarjo-Ali Maschan Moesa (Golkar). Soekarwo-Saifullah diusung Partai Amanat Nasional serta Partai Demokrat, dan Khofifah-Mudjiono didukung Partai Persatuan Pembangunan dan sejumlah partai kecil. Dalam putaran kedua, PDI Perjuangan mendukung Khofifah, sedangkan Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa mendukung Soekarwo.

Pemilihan ulang ini adalah yang pertama dalam sejarah Indonesia. Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur telah mengeluarkan hampir Rp 1 triliun. Ini belum ongkos yang dikeluarkan calon gubernur. Tim Soekarwo pernah menyatakan telah habis lebih dari Rp 1 triliun. Angka yang kurang lebih sama juga dikeluarkan Khofifah.
Pertarungan babak ketiga di tanah Madura akan dilakukan pada akhir Desember. Penghitungan ulang di Pamekasan dilakukan dua pekan lagi. Mahkamah memutuskan pencoblosan ulang harus dilakukan selambatnya dua bulan setelah palu hakim diketukkan. Penghitungan ulang harus dilakukan sebulan setelah putusan.

Dua kubu kini ambil ancang-ancang. Khofifah menyatakan segera membentuk tim pemenangan baru. Fokus utamanya adalah menyiapkan saksi. Menurut Khofifah, pelanggaran di tingkat tempat pemungutan suara selalu terjadi karena tidak ada saksi. ”Kami berusaha menyediakan satu saksi di tiap TPS,” katanya. Ketua tim sukses Khofifah, KH Masjkur Hasyim, mengatakan jagonya akan makin banyak bersilaturahmi ke tokoh-tokoh di dua kabupaten itu. Selain itu, ia akan membuat banyak posko agar lebih dekat dengan pemilih.

Soekarwo juga optimistis mampu merebut suara. Dalam dua putaran pemilihan sebelumnya, ia selalu unggul di Madura. Posko untuk pemenangannya pun kini telah dibentuk di Bangkalan dan Sampang. Bupati Fuad, yang mendukung Soekarwo, berjanji akan netral. ”Saya tidak akan berkampanye atau mengarahkan warga saya,” katanya.
Tapi kekhawatiran akan munculnya konflik tetap ada. Madura punya catatan buruk soal kekerasan dalam pemilu. Kantor Golkar Sampang dulu, misalnya, pernah dibakar hingga tinggal arang. Polisi tidak ingin kecolongan. Markas Besar Kepolisian mengirim Kepala Bagian Pembinaan Keamanan Komisaris Jenderal Iman Hariyatna ke Madura. Ia menjamin polisi habis-habisan menjaga pemilihan ulang ini. ”Madura aman,” katanya.

Sumber : Tempo Interaktif : Karapan Suara Berebut Madura
Sunudyantoro, Akbar Tri Kurniawan (Jakarta), Fatkhurrohman Taufiq (Bangkalan), Dini Mawuntyas (Surabaya)

Senin, 08 Desember 2008

Proposal Pemilu Bersih

DAFTAR ISI


BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Permasalahan
3. Tabel Prosedur yang Harus Dilakukan KPU

BAB 2
1. Nama Program
2. Tujuan Program
3.Waktu Pelaksanaan
4. Daerah Cakupan
5. Jenis Kegiatan

BAB 3
1. Indikator Pencapaian Program
2. Hasil yang Diharapkan
3. Kelompok Sasaran
4. Rencana Pemantauan dan Evaluasi

BAB 4
TENTANG PERANCANG
1. Tim Terpadu BT/BS BIMA

BAB 5
1. Bagan Jaring yang Telah Terbentuk
2. Tenaga Pelaksana
3. Pihak/Organisasi Lain yang Terkait

BAB 6
Sarana/Prasarana

BAB 7
Pembiayaan
PENUTUP
Lampiran



Testimoni

Proses pemilihan kepala daerah (pilkada), meninggalkan kesan-kesan yang agak buram. Dari 166 pelaksanaan yang digelar Juni 2008 lalu, termasuk tujuh pilkada provinsi, 12 di antaranya bermasalah. Kekecewaan publik terhadap hasil pilkada yang teramat dalam di sejumlah daerah, menyebabkan kerusuhan dan amuk massa.

Lihatlah di beberapa daerah seperti Jawa Timur, Maluku Utara
dan lainnya diwarnai kericuhan. Usai Pilkada (pemilhan kepala daerah) terjadi kerusuhan dan sengketa yang melelahkan, menghabiskan pikiran, tenaga serta uang.

Agar peritiwa buram yang terjadi dalam pilkada tidak terulang pada Pemilu 2009 kita harus melaksanakan pemilu bersih (jujur). Kalau pemilu bersih (jujur) sudah hadir, otomatis akan damai. Karena yang kalah merasa wajar di dalam pertandingan: ada yang kalah, ada yang menang.

Kalau pemilu damai tapi tidak bersih (jujur) maka kedamaian itu pasti semu dan dipaksakan dengan cara represif. Kedamaian sejati hanya mungkin hadir bila ada transparansi dengan mengoptimalkan fungsi saksi di tiap-tiap TPS (tempat pemungutan suara). Dengan demikian dari perhitungan di tiap-tiap TPS sampai dengan penjumlahan ditetapkan tidak terjadi pencurian suara.

Untuk itulah kami merancang terselenggaranya pemilu bersih (jujur) yang tidak saja bertujuan menghadirkan para saksi di TPS-TPS juga melakukan pendidikan politik bagi masyarakat. Artinya mendorong rakyat agar mau mencek apakah sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Memilih merupakan hak yang harus diminta. Sebab, suara rakyat menentukan nasib suatu bangsa.

Satu suara sangat berarti bagi masa depan rakyat, makanya golput (golongan putih) – meski tidak berdosa – tetapi perilaku yang kurang terpuji ditinjau dari konstelasi kehidupan berbangsa, bernegara, serta berdemokrasi. Ribut atau rusuh setelah pemilu berlangsung haruslah dihindari karena tidak membawa kebaikan buat siapa pun!

Propsal ini menawarkan terwujudnya pemilu bersih dan pendidikan politik bagi masyarakat agar kedaulatan rakyat benar-benar terwujud!

Dengan demikian, apa-apa yang kita saksikan dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu dapat pula terwujud di republic tercinta. Ketika Mc-Cain mengetahui akan kalah bertarung, maka ia pun mengucapkan selamat atas kemenangan Barack Obama dan membuat pernyataan akan mendukung program-programnya. Ini bisa terjadi karena pemilu di AS berlangsung bersih, jujur, adil, dan terbuka (transparan).



Bagan jaringan yang telah terbentuk seperti berikut:

BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pemilu (pemilihan umum) 2009 segera datang, hanya berkisar beberapa bulan lagi. Harapan seluruh rakyat Indonesia, pemilu 2009 lebih berkualitas sebagaimana tuntutan demokrasi. Berkualitasnya pemilu 2009 mendatang sesungguhnya bertumpu pada bersih tidaknya penyelenggaraannya.
Kenapa kita harus merancang pemilu bersih, bukan mengedapankan pemilu damai? Kalau pemilu bersih sudah hadir, dengan sendirinya pemilu damai mengikutinya. Jika pemilu berjalan dengan bersih, yang kalah tidak akan ’senewen’ karena merasa kekalahan itu sebagai sesuatu yang wajar di dalam pertandingan: ada yang kalah, ada yang menang.
Kalau pemilu damai yang dikedepankan, sementara berlangsung tidak bersih, lalu ditutup-tutupi kecurangan demi kecurangan, apa yang dirasakan orang-orang ’yang sengaja dikalahkan’? Pastilah mereka menyimpan perasaan gundah gulana berkepanjangan. Mau melawan tidak berani karena akan dituding merongrong terselenggaranya pemilu damai. Akibatnya, semakin hari kita tidak akan punya masa depan sebagaimana layaknya bangsa-bangsa lain.

Mematuhi Undang-undang
Agar pemilu dapat berlangsung bersih, kita mengimbau para kontestan, KPU (Komisi Pemilihan Umum), dan rakyat taat pada undang-undang. Undang-undang Nomor 10 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2008, di samping mengharuskan rekapitulasi model C1 diberikan kepada peserta pemilu (saksi) segera setelah perhitungan suara selesai, juga ditempel (diumumkan) di papan-papan pengumuman oleh PPS (Panitia Pemungutan Suara) dari tingkat TPS (Tempat Pemugutan Suara) hingga ke Provinsi.
Disarankan agar semua peserta pemilu dan rakyat dapat membaca karena penempelan pengumuman dilakukan minimal selama sebulan setelah pemilu usai. Dengan demikian tidak ada alasan peserta pemilu dan rakyat mencurigai pemilu 2009 tidak fair.
Pasal 181 UU No 10/2008: PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil perhitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan salinan tersebut di tempat umum.
Pasal 180 ayat (2): KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan perhitungan suara serta sertifikat hasil perhitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) melalui PPS pada hari yang sama.
Untuk tingkat PPK diatur pada Pasal 182 ayat (5). Untuk tingkat kabupaten/kota diatur pada Pasal 187 ayat (4). Untuk tingkat provinsi diatur pada Pasal 191 ayat (4).
Formulir C1 yang merupakan perhitungan suara PPS (Panitia Pemungutan Suara) wajib diberikan kepada peserta pemilu. Sebagaimana amanat UU No 10/2008 Pasal 180 ayat (2) menyebutkan: penyerahan formulir C1 harus segera setelah perhitungan suara selesai.
Agar pemilu besih dapat terlaksana sebagaimana keinginan kita, diperlukan saksi yang benar-benar indenden, tidak memihak pada siapa pun. Untuk Sumatera Utara sedikitnya dibutuhkan 27.000 saksi sebagaimana jumlah TPS (Tempat Pemungutan Suara).
Di Sumut sedikitnya ada 13,1 juta masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih. Diperkirakan dari jumlah itu, ada 9,1 juta pemilih yang akan mencoblos pada 9 April 2009 mendatang. Apakah kita akan mengecewakan para pemilih itu dengan membiarkan rekapituliasi suara ditukang-tukangi? Jawabnya tentu saja tidak!

Saksi Independen
Nah, kita harapkan fungsi para saksi (27.000 orang) yang benar-benar independen, dioptimalkan. Ketika melihat C1 tidak diberikan kepada saksi (independen, partai dan DPD) serta tidak ditempelkan, maka saksi independen meng-SMS (mengirim pesan singkat) kepada koordinator kabupaten/kota dan melaporkan TPS tersebut ke Polsek tedekat. Begitu juga sebaliknya, jika saksi independen setelah mendapatkan C1 yang juga diberikan kepada saksi partai serta DPD, segera meng-SMS nomor gateway SMS dan menyerahkan C1 tersebut ke koordinator desa/kelurahan, kecamatan dan seterusnya.
Kenapa C1 harus diserahkan kepada peserta pemilu? Karena C1 memuat catatan jumlah suara setiap calon legislatif baik dari perorangan/independen maupun partai. Kalau C1 sudah di tangan para saksi maka tidak mungkin ada kecurangan lagi.
hal ini merupakan amanat dari UU Nomor 10 Tahun 2008 dan UU Nomor 22 Tahun 2007 agar orang-orang yang menduduki kursi legislatif sesuai dengan pilihan rakyat, bukan selera kelompok tertentu. Bayangkan saja, jika yang menduduki kursi tersebut adalah orang-orang yang berani mencuri suara nurani rakyat sebagai manifestasi suara Tuhan, apa yang terjadi? Mencuri suara ‘Tuhan’ saja ia berani apalagi melakukan kejahatan lain. Maka, jamak kita lihat orang-orang yang demikian, menduduki jabatan bukan untuk pengabdian, melainkan mengubah nasib.

2. Permasalahan
Jika tanpa data C1 tersebut, kita sudah melihat sendiri, orang-orang yang merasa suaranya dicuri (pada pemilu 2004), tidak dapat membawa masalah ini ke proses hukum. Ini dapat dilihat dari banyaknya kasus di MK (Mahkamah Konstitusi), yang mentok karena ketiadaan data (C1) yang merupakan satu-satunya alat (barang) bukti yang sah. Sebagai contoh, kandasnya pengaduan Mooryati Soebadio (calon DPD utusan Jakarta).
Pertanyaannya, apakah kita mau yang duduk di dewan adalah pencuri-pencuri suara rakyat yang merupakan suara Tuhan. Sedangkan suara Tuhan saja dicuri, apalagi yang lain.
Persoalannya, semua orang berharap yang duduk sebagai legislatif adalah pilihannya karena merekalah yang memperjuangkan aspirasi rakyat. Itu hanya mungkin terjadi dengan penyerahan C1 kepada peserta pemilu dan diumumkan kepada publik. Masalahnya, apakah KPU mau taat dengan undang-undang atau ada oknum yang sengaja melindungi pencuri supaya kenyamanan mereka mencuri bisa langgeng?


BAB 2

1. Nama Program
”Pemilu Bersih 2009”

2. Tujuan Program
1. Untuk mendorong terlaksananya pemilu yang bersih, jujur, adil dan terbuka (transparan).
2. Meningkatkan partisipasi semua kelompok dalam mewujudkan pemilu bersih, jujur, adil dan terbuka (transparan).
3. Mendapatkan hasil pemilu yang akurat yang pelaksanaan sampai perhitungan akhir dapat dilihat semua orang.
4. Membentuk jaringan pengawas independen di seluruh kabupaten/kota hingga ke TPS.
5. Membuka posko pengaduan pelanggaran pemilu di setiap desa/ kelurahan dan kecamatan
6. Melakukan advokasi litigasi terhadap setiap pelanggaran pemilu.
7. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pemilu yang bersih jujur dan adil.


3. Waktu Pelaksanaan
Program ini akan dilaksanakan empat bulan sebelum hari H Pemilu (9 April 2009) hingga penetapan calon terpilih.

4. Daerah Cakupan
Seluruh Kecamatan/Desa se-Sumatera Utara

5. Jenis Kegiatan
1. Rekrutmen relawan pemantau.
2. Workshop Penguatan kapasitas relawan pengawas untuk tingkat TPS dan KPPS.
3. Pembentukan Posko Kecamatan dan Kabupaten/Kota.
4. Penghitungan cepat hasil pemilu SMS gateway).
5. Pembukaan Central data di tingkat desa Kecamatan, Kab/Kota dan Provinsi
6. Advokasi hukum bagi temuan pelanggaran
7. Sosialisasi:
o Spanduk imbauan bagi masyrakat untuk berpartisipasi dalam mengawasi pemilu dan melakukan pengaduan kepada pos yang telah disediakan.
o Iklan di media elektronik dan cetak.


BAB 3


1. Indikator Pencapaian Program
1. Adanya 27.000 orang relawan di seluruh Sumatera Utara yang memiliki kemampuan dalam melakukan pengawasan dan pemantauan pemilu di tingkat TPS.
2. Adanya koordinator di tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota.
3. Diperolehnya formulir C1 sebagai bukti kongkrit hasil pemilu dari setiap TPS se-Sumatera Utara
4. Adanya Lawyer/Pengacara di setiap koordinator Kabupaten/Kota
5. Adanya advokasi hukum bagi temuan pelanggaran
6. Adanya pusat data digital sebagai database pusat di provinsi.

2. Hasil yang Diharapkan
Terlaksananya Pemilu 2009 yang bersih (jujur) dari berbagai bentuk kecurangan, money politics/politik uang dan korupsi.

3. Kelompok Sasaran
TPS dan KPPS
KPUD Kabupaten/Kota dan Provinsi
Parpol
Caleg
Peserta Pemilu

Rencana Pemantauan dan Evaluasi
Monitoring: Monitoring kegiatan akan dilakukan bersama-sama dengan mitra kerja maupun kelompok sasaran. Monitoring juga dapat melibatkan lembaga donor serta menerima masukan berupa saran-saran atas kegagalan program.
Laporan Keuangan dan Narasi: Laporan narasi dan keuangan akan dikirimkan setiap bulan sekali untuk melaporkan proses pelaksanaan rangkaian program, penggunaan dana secara berkala. Sedangkan laporan keuangan akhir program akan dilaporkan paling lambat 15 hari setelah program berakhir.
Evaluasi: Evaluasi dilakukan dengan dua tahap: pertama, evaluasi dilakukan untuk internal lembaga, dan kedua, evaluasi yang dilakukan bersama-sama dengan lembaga donor, baik dengan fasilitator dari lembaga donor atau pihak konsultan lain yang disepakati bersama.


BAB 4
TENTANG PERANCANG


1. Tim Terpadu BT/BS BIMA
Tim Terpadu BT/BS BIMA yang dipersiapkan khusus mengelola dan merancang agar pemilu berlangsung dengan bersih, aman dan terkendali adalah lembaga yang mengelola sumberdaya manusia dalam bidang bimbingan belajar dan studi, sedangkan Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi (LP3) BIMA merupakan pengembangan usaha dari Bimbingan Tes/Studi BIMA, serta berkedudukan di setiap lokasi Bimbingan Test/Studi BIMA.
BT/BS BIMA memiliki tenaga ahli yang sangat menguasai pekerjaannya serta berpendidikan tinggi, hal ini dimungkinkan karena staf pengajar Bimbingan Tes/Studi BIMA juga merupakan staf pengajar LP3 BIMA. LP3 BIMA dan Bimbingan Tes/Studi BIMA dikelola oleh sumberdaya manusia yang berperan sebagai dosen/staf pengajar sebanyak 678 orang dengan kualifikasi pendidikan Magister 20 %, Strata 1 sebanyak 63 % dan 17 % adalah mahasiswa perguruan tinggi negeri. Staf administrasi yang turut mendukung institusi ini berjumlah 466 orang dengan kualifikasi pendidikan sarjana 21 %, Diploma 48 %, SLTA 31 % .
Sarana/prasarana yang dimiliki LP3 BIMA dan Bimbingan Tes/Studi BIMA adalah seperti tertera pada Tabel 1:



LP3 BIMA dan Bimbingan Tes/Studi BIMA juga memiliki staf ahli internet yang mampu merangkai jaringan informasi dan pengiriman informasi maksimal dari daerah terpencil sekalipun, sehingga keakuratan dan kecepatan informasi perkembangan kegiatan pemilu dapat dipantau selama 24 jam sehari. Semua kompenen tersebut akan mendukung Tim Terpadu BT/BS BIMA dalam menjalankan usaha mencapai pemilu bersih.


BAB 5

Personil yang akan dilibatkan dalam upaya tercapainya pemilu bersih dimulai dari ketua tim hingga pelaksana TPS (pengadaan saksi).


BAB 6

1. Sarana/Prasarana
Sarana Prasarana yang akan digunakan sangat mendukung keberhasilan pemilu bersih. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti tertera pada Tabel 4:








BAB 7


PEMBIAYAAN

Pembiayaan yang diperlukan untuk melaksanakan program PEMILU BERSIH (JUJUR):

· untuk memperbanyak bahan sosialisasi dan kampanye pemilu bersih
· uang makan para saksi
· biaya pulsa
· honor pekerja
· alat tulis kantor
· sewa kantor
· biaya transportasi
· biaya tak terduga



PENUTUP


Demikianlah penawaran program pencapaian pemilu bersih (jujur) ini dirancang. Semoga proposal ini dapat Bapak/Ibu terima untuk mempertimbangkannya, serta memberikan kesempatan kepada lembaga kami dapat bertemu Bapak/Ibu untuk memberikan keterangan rinci tentang program pemilu bersih ini secara langsung.
Demikianlah, semoga segala usaha dan upaya kita untuk mencapai pemilu bersih dapat terselenggara sebagaimana diharapkan. Terimakasih







Medan, 17 November 2008





Dr. Robert Valentino Tarigan, S.Pd.